Kedudukan Hukum Pajak Dalam Sistem Hukum Negara Indonesia

kedudukan hukum pajak dalam sistem hukum Indonesia

Kedudukan Hukum Pajak menjadi topik yang banyak dicari oleah netizen belakangan hari ini, bisa jadi ini ada kaitanya dengan gugatan seorang warga Tangerang bernama Cuaca yang mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi beberapa waktu yang lalu.

Adapun Undang - undang yang digugat adalah UU Nomor 16/2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Berdasarkan aturan tersebut, tidak sembarang advokat bisa membela kliennya di Pengadilan Pajak. Sebab, UU menyaratkan advokat itu harus lulus sertifikasi yang diatur Menteri Keuangan.

Secara rinci, Pasal 32 ayat 3a UU Nomor 16/2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyebutkan:
Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat 2, diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan. 

Aturan di atas dinilai Cuaca melanggar UUD 1945, terutama Pasal 28D ayat 1.
 "Kerugian konstitusionalitas diakibatkan adanya kewenangan mutlak atau absolut Menteri Keuangan untuk menentukan persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa," ujar Cuaca dalam berkas permohonan yang dikutip dari website MK, Rabu (7/6) lalu.

Menurut Cuaca, aturan di atas berpotensi menjadi konflik kepentingan. Sebab, Menteri Keuangan cq Ditjen Pajak juga menjadi pihak dalam Pengadilan Pajak. Di mana dalam persidangan pajak, pihak yang berhadapan adalah wajib pajak vs Menteri Keuangan cq Ditjen Pajak.


Kedudukan Hukum Pajak

Bagi anda yang tengah mencari bagaimana hubungan hukum pajak dengan hukum perdata dan pidana, kutipan penjelasan kedudukan hukum pajak dibawah ini mungkin bisamenjadi tambahan referensi, terlebih jika anda saat ini tengah menyusn makalah perpajakan.

Pengertian Hukum Pajak 

Menurut R. Santoso Brotodihardjo, S.H.
 “Hukum Pajak yang disebut juga Hukum Fiskal, adalah keseluruhan dan peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah, untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui Kas Negara, sehingga ia merupakan bagian dari Hukum Publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antar negara dan orang-orang atau badan-badan (Hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya disebut Wajib Pajak)”.

Secara singkat hubungan hukum pajak dengan hukum perdata dan pidana adalah sebagai berikut :

Menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro, S.H. Hukum pajak mempunyai kedudukan diantara hukum-hukum berikut ini :
  1. Hukum Perdata yaitu Ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan individu dalam masyarakat.
  2. Hukum Publik yaitu hukum yang mengatur hubungan pemerintah dengan rakyatnya. Hukum Publik terdiri dari:
  • Hukum Tata Negara
  • Hukum Tata Usaha
  • Hukum Pidana
  • Hukum Pajak
Dengan demikian Kedudukan Hukum Pajak merupakan bagian dari Hukum Publik.


Prof.P.J.A Adriani : Bahwa Hukum Pajak merupakan ilmu pengetahuan Sendiri yang terlepas dari Hukum Administrasi Negara dengan alasan:
  • Tugas Hukum Pajak bersifat berbeda dengan Hukum Administrasi Negara;
  • Hukum Pajak berkaitan erat dengan Hukum Perdata;
  • Hukum Pajak dapat secara langsung digunakan sebagai politik perekonomian;
  • Hukum Pajak memiliki ketentuan dan istilah-istilah yang khas untuk bidang tugasnya

Hubungan Serta Pengaruh Hukum Pajak Terhadap Hukum Perdata 

Meskipun hukum pajak dan hukum perdata berbeda penggolongannya sebagaimana ilustrasi diatas, Akan tetapi 2 hukum tersebut ternyata saling keterkaitan atau bisa dibilang hukum perdata dapat dipengaruhi oleh hukum pajak.

Hubungan erat ini timbul karena dalam hukum pajak banyak menggunakan istilah-istilah yang terkandung dalam hukum perdata. Misalnya istilah tempat tinggal atau domisili, diatur baik dalam hukum pajak maupun hukum perdata.

Hukum pajak mencari dasar pemungutan pajak berdasarkan peristiwa (kelahiran, pendirian, kematian, pembubaran), keadaan (kekayaan), perbuatan (jual beli, sewa menyewa) sebagaimana diatur di dalam hukum perdata.

Hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum atau kita kenal dengan sebutan Lex Spesialis Derogat Lex Generale.

Maksudnya adalah hukum pajak (yang bersifat khusus) mengesampingkan hukum perdata (yang bersifat umum).

Contohnya adalah Sebidang tanah milik seseorang yang menurut perjanjian sebelumnya digunakan sebagai jaminan hutang. Orang tersebut tidak dapat melunasi hutang yang menyebabkan tanah tersebut disita oleh kreditur.

Sementara sesorang tersebut juga memiliki hutang pajak yang belum dilunasi hingga lewat jatuh tempo. Karena aset yang dimiliki hanya tanah, maka atas tanah tersebut dilelang. Nah, hasil pelelangan harus melunasi utang pajak terlebih dahulu, jika ada sisa baru melunasi utang ke pihak kreditur.

Jadi, dari contoh diatas hukum pajak harus didahulukan disamping hukum yang lain (dalam hal ini hukum perdata).

Hubugan Serta Pengaruh Hukum Pajak Terhadap Hukum Pidana 

Selain KUHP yang mengatur mengenai ancaman pidana, di dalam hukum pajak juga mengatur mengenai sanksi pidana apabila terbukti melakukan pelanggaran maupun kejahatan dibidang perpajakan.

Ada beberapa faktor khusus hukum pajak yang menyebabkan timbul hukum pidana, Di dalam Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2009 yang mengatur tentang sanksi pidana di bidang perpajakan yaitu Pasal 36A sampai dengan pasal 44.

Salah satu pasal menerangkan bahwa
“Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.”

 Hubungan antara hukum pajak dan hukum pidana ini saling melengkapi, artinya hal-hal atau ketentuan-ketentuan mengenai pelanggaran/kejahatan di bidang perpajakan yang diatur didalam Undang-Undang KUP merupakan turunan daripada dalil Undang-Undang KUHP.

Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formal

Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak.

Hukum pajak materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain: keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenai pajak (subjek pajak), berapa besar tarif, timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan WP. Contoh: UU PPh

Hukum Pajak formal, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil).

Hukum ini memuat:
a. tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak
b. hak-hak fiskus
c. kewajiban WP

Dalam mempelajari bidang hukum, berlaku asas lex specialis de rogat lex generalis, artinya peraturan khusus lebih di utamakan dari peraturan umum atau jika ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan khusus maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam ketentua umum.

Dalam hal ini peraturan khusus adalah hukum pajak sedangkan peraturan umum adalah hukum publik atau peraturan yang ada sebelumnya.

Hukum pajak menganut paham imperatif, yakni pelaksanaanya tidak dapat ditunda misalnya dalam hal pengajuan keberatan. misalnya dalah hal pengajuan keberatan, sebelum ada keputusan dari direktorat Jendral pajak bahwa keberatan tersebut diterima, maka wajib pajak yang mengajukan keberatan terlebih dahulu wajib membayar pajak sesuai yang ditetapkan.


Kewajiban dan Hak Wajib Pajak

Kewajiban Wajib Pajak
1. Mendaftar
2. Menghitung
3. Memotong
4. memungut
5. Setor
6. Lapor
7. Pembukuan dll.

Hak Wajib Pajak
1. Mencabut pendaftaran
2. Menunda penyampaian SPT
3. Membetulkan SPT
4. Menunda penyetoran
5. Mengajukan restitusi
6. Pengajuan keberatan dan banding serta peninjauan kembali dll.


Demikian artikelseputar kedudukan hukum pajak yang bisa saya bagikan, semoga bermanfaat

Share this

Related Posts

Latest
Previous
Next Post »